Kaget Wahyu Terima Uang Suap Ketua KPU Arief Budiman Mengaku Tak Kenal Harun Masiku Dicecar
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, memenuhi pemanggilan sebagai saksi terkait kasus suap permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019 2024 sebesar Rp 600 juta yang menjerat terdakwa mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu RI, Agustiani Tio Fridelina. Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Takdir Suhan mengatakan Arief Budiman bersama dengan Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari, akan memberikan keterangan secara langsung di ruang sidang. "Arief Budiman dan Hasyim Asyari hadir di pengadilan," kata Takdir, Kamis (4/6/2020).
Berdasarkan pemantauan, Arief memakai masker menghadiri sidang. Dia duduk di kursi saksi menghadap ke arah layar yang menampilkan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio. Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio masing masing berada di rumah tahanan KPK. Sedangkan di ruang sidang hadir, jaksa penuntut umum, tim penasihat hukum, dan majelis hakim. Pada saat Arief Budiman memberikan keterangan, saksi Hasyim Asyari menunggu di luar ruang sidang.
Selain Arief Budiman dan Hasyim Asyari, rencananya Kelly Mariana, Ketua KPU Sumatera Selatan juga dijadwalkan akan diperiksa sebagai saksi. Namun, dia tidak hadir di ruang sidang. Pemeriksaan terhadap Kelly dilakukan memanfaatkan teknologi teleconference. Di persidangan, Arief Budiman mengaku kaget mendengar eks Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan menerima hadiah atau janji berupa uang sebesar Rp 500 juta terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020 2025.
Menurut dia, mantan anak buahnya itu tidak pernah melaporkan peneriman uang tersebut. "Banyak hal yang membuat saya kaget, karena enggak paham soal itu. Itu malah saya enggak tahu, enggak pernah disampaikan," kata Arief. Untuk penerimaan gratifikasi uang Rp 500 juta, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) mengungkap pemberian itu terkait proses seleksi calon anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020 2025.
Upaya pemberian uang untuk meminta KPU RI, melalui Wahyu Setiawan agar anggota KPU Provinsi Papua Barat diisi putra daerah Papua. Wahyu menerima uang dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo, Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat. Uang itu diduga berasal dari Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan.
Sejauh ini, dia mengaku, hanya mengetahui Wahyu Setiawan sebagai Koordinator Wilayah provinsi Papua Barat. "Dia memang di sana. Laporan itu tahapan perkembangan kalau memang ada seleksi kalau ada supervisi tentang tahapan pemilu macam macam," ujarnya. Eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan, didakwa menerima suap Rp 600 juta terkait permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan periode 2019 2024.
Upaya suap diberikan agar Wahyu mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW PDI P dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan Sumatera Selatan kepada Harun Masiku. Suap itu diberikan oleh kader PDI Perjuangan, Saeful Bahri bersama sama Harun Masiku. Wahyu dalam persidangan mengungkap pernah meminta Arief Budiman menjawab surat permohonan PDI Perjuangan terkait pengajuan PAW dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.
Selain itu, Wahyu meminta Arief menghubungi Harun Masiku terkait permintaan PAW itu tidak dapat diproses. "Apakah saya pernah bertanya menyampaikan surat jawaban penolakan (permohonan PDI P, red) dipercepat, dan menghubungi Harun Masiku agar permintaan PDI P tidak dapat dilaksanakan karena tidak sesuai ketentuan," kata Wahyu Setiawan kepada Arief Budiman. Arief mengaku tidak pernah mengingat permintaan Wahyu tersebut.
"Saya tidak ingat persis di antara banyak dialog kita. Mungkin saja iya tetapi saya tidak ingat pasti. Saya tidak pernah menghubungi Harun Masiku, karena tidak mengenal yang bersangkutan," ujar Arief. Ditemui setelah persidangan, Arief mengaku tidak pernah menghubungi Harun Masiku. "Saya enggak pernah menghubungi Harun Masiku, saya lupa apakah pernah minta atau enggak. Saya sampai hari ini enggak telepon Harun Masiku, kenal saja enggak," ujarnya.
Dia hanya mengingat pernyataan Wahyu yang meminta agar segera menjawab surat dari DPP PDI Perjuangan terkait PAW Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan Sumatera Selatan kepada Harun Masiku. "Yang saya ingat penyampaian yang itu. Supaya kalau bisa surat PDIP itu segera dijawab. Itu yang saya ingat. Kalau soal apakah ada permintaan saya terus terang saya enggak ingat," tuturnya. Di persidangan itu, terungkap Arief Budiman, pernah bertemu dengan Harun Masiku, di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
Harun Masiku meminta lembaga penyelenggara pemilu itu melaksanakan putusan Mahkamah Agung No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya mengalihkan suara dari Nazaruddin Kiemas kepada Harun Masiku di daerah pemilihan Sumatera Selatan I dari PDI Perjuangan. "Jadi saya mau tegaskan, kadang teman teman ada yang nulis loh katanya ngaku enggak kenal tetapi kok menemui, loh banyak orang yang tidak saya kenal bertamu ke tempat saya," tambahnya. Arief juga menyebut mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, merupakan koordinator wilayah Provinsi Papua Barat.
Menurut dia, KPU RI memberikan tugas kepada masing masing komisioner untuk bertanggungjawab terhadap 34 KPU Provinsi. "Pak Wahyu ini dulu koordinator wilayah di Papua Barat. Untuk memudahkan koordinasi kami membagi masing masing anggota itu menjadi koordinator untuk beberapa wilayah provinsi," kata Arief. Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Takdir Suhan menanyakan kepada Arief Budiman terkait ketentuan pengisian posisi komisioner di KPU Provinsi.
"Dari KPU provinsi sendiri, seperti Papua Barat. Apakah ada ketentuan atau anggota KPU provinsi itu harus ada perwakilan putra daerah?" tanya Takdir. Menurut Arief Budiman, tidak ada keharusan putra daerah mengisi posisi KPU Provinsi. "Tidak harus, tetapi biasanya memang mempertimbangkan beberapa hal tersebut. Tetapi dalam proses pemilihan tidak ada ketentuan harus darimana darimana tidak," ujarnya.
Setelah itu, Jaksa Takdir menanyakan apakah selama bertugas sebagai koordinator wilayah Wahyu melaporkan pekerjaannya. "Pertanyaan saya terkait dengan pak Wahyu selaku Korwil laporkan pada saudara langsung secara lisan atau tulisan atau dalam rapat pleno terkait progres perkembangan?" tanya Takdir. Namun, Arief mengaku lupa apakah Wahyu pernah melaporkan hal tersebut.
"Saya lupa, tetapi semestinya beliau pernah. Tetapi laporannya bisa di rapat pleno, tetapi mestinya dilaksanakan. Ini kan sudah berjalan."