Sandiaga: Belakangan New Normal Salah Dipahami, Seakan Normal-normal Saja

Ketua Umum Relawan Indonesia Bersatu (RIB) Sandiaga Solahudin Uno mengatakan masih banyak masyarakat yang belum paham dengan penerapan kenormalan baru atau new normal. Bahkan, Sandiaga mendapatkan ada warga yang beranggapan bahwa kenormalan baru adalah normal seperti sebelum adanya pamdemi virus corona atau Covid 19. Hal itu disampaikan Sandiaga dalam webinar bertajuk Sinergi Gerak Masyarakat Menghadapi Dampak Adaptasi Kebiasaan Baru melalui virtual, Selasa (23/6/2020).

"Belakangan ini tapi new normal salah dipahami. Saya barusan turun dari Kelurahan Kramat Jati. Dan new normal ini ditangkap seakan normal normal saja gitu," kata Sandiaga. Menurut Sandiaga, hal tersebut harus segera diluruskan. Alasannya, dikhawatirkan tingkat kewaspadaan masyarakat menurun karena ketidakpahaman soal protokol kesehatan saat kenormalan baru.

"Kita perlu luruskan bersama. Jangan sampai ada lonjakan penularan akibat melonggarnya kewaspadaan," ucap Sandiaga. Untuk itu, ia mengatakan pentingnya sosialisasi yang masif kepada masyarakat terkait penerapan kenormalan baru ini. Sehingga, masyarakat paham dan menjalankan protokol kesehatan dengan benar.

"Kita harus yakin bahwa kebiasaan baru ini mulanya hanya jargon untuk pola hidup baru, tapi lama lama akan jadi satu landasan kehidupan baru," jelasnya. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid 19 Achmad Yurianto mengungkap sejumlah protokol kesehatan yang wajib diterapkan masyarakat. Achmad Yurianto menilai masyarakat harus menjadikan penerapan protokol kesehatan sebagai sebuah kebiasaan di era kenormalan baru atau new normal.

"Kebiasaan kebiasaan inilah yang harus kita internalisasikan ke seluruh masyarakat," ucap Achmad Yurianto dalam diskusi webinar Sejajar, Selasa (23/6/2020). Menurut Achmad Yurianto, saat ini terdapat persepsi bahwa protokol kesehatan merupakan alat pemerintah untuk melindungi penularan Covid 19. Dirinya berharap masyarakat mengubah pandangan tersebut dengan menjadikan protokol kesehatan sebagai kebiasaan untuk menghindari penyebaran virus corona.

"Sehingga ada transisi antara persepsi protokol kesehatan, menjaga cara cuci tangan, menggunakan masker, tidak lagi dianggap sebagai tools alat otoritas pemerintah untuk mengendalikan penyakit, tetapi berubah internalisasi menjadi kebiasaan semua orang yang tidak sakit," kata Achmad Yurianto. Achmad Yurianto juga mengajak masyarakat untuk membiasakan tidak berdesak desakan selama menjalani kegiatan di masa pandemi ini. Tim Komunikasi Publik, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan jurnal ilmiah Lancet protokol jaga jarak atau physical distancing dapat menurunkan risiko penularan Covid 19 hingga 85 persen.

Dalam jurnal tersebut menurut dokter Reisa disebutkan bahwa jarak yang aman adalah 1 meter dari satu orang dengan orang lain. "Ini merupakan langkah pencegahan terbaik bisa menurunkan risiko sampai dengan 85 persen," kata Dokter Reisa di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (10/6/2020). Menurutnya, protokol jaga jarak sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid 19 paling efektif menurunkan transmission rate atau angka penularan.

Terutama, ketika berada di ruang publik, seperti transportasi umum. Sebagaimana diketahui virus SARS CoV 2 menular atau ditularkan melalui droplet atau percikan air liur. Maka dalam hal ini, dokter Reisa juga menyarankan agar masyarakat tetap menggunakan masker saat harus keluar rumah, terutama apabila menggunakan layanan transportasi publik.

"Virus corona jenis baru penyebab Covid 19 menular melalui droplet atau percikkan air liur, maka wajib semua orang menggunakan masker, terutama ketika menggunakan transportasi," jelasnya. Selanjutnya apabila terpaksa menggunakan transportasi umum, dokter Reisa mengimbau masyarakat agar menghindari memegang gagang pintu, tombol lift, pegangan tangga, atau barang barang yang disentuh orang banyak. Kalau terpaksa, maka harus langsung cuci tangan.

"Apabila tidak memungkinkan, menggunakan air dan sabun, maka dapat menggunakan hand rub dengan kadar alkohol minimal 70 persen," katanya. Kemudian, dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak meletakkan barang barang bawaan atau tas di kursi atau lantai transportasi umum. Selain itu, mengkonsumsi makanan atau minuman di transportasi umum juga sebaiknya tidak dilakukan, sebab dapat terkontaminasi.

"Hindari menggunakan telepon genggam di tempat umum, terutama apabila berdesakan dengan orang lain, sehingga tidak bisa menjaga jarak aman," jelasnya. "Hindari makan dan minum, ketika berada di dalam transportasi umum. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi, apalagi kalau menggunakan tangan yang tidak bersih," tambah dokter Reisa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *