Dukungan kepada Suhendra Benahi Intelijen
Kondisi negara belakangan ini memprihatinkan. Kerawanan sosial akibat pandemi Covid 19 berkelindan dengan kontroversi Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila, serta putusan Mahkamah Agung (MA) yang berimbas pada polemik keabsahan hasil Pemilihan Presiden 2019. Terkait hal itu,sejumlah pihakmengusulkan Suhendra Hadikuntono menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) masuk dalam daftar "reshuffle" kabinet yang akan dilakukan Presiden Joko Widodo.
Selain kapasitas dan loyalitasnya, Suhendra juga dinilai berani sehingga diyakini mampu membenahi masalah intelijen di Indonesia, dan mengatasi keadaan karena ia pun berani pasang badan. Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al Haythar kembali menyatakan dukungannya kepada Suhendra Hadikuntono untuk menjadi kepala BIN. Dia meminta Presiden Jokowimempertimbangkan dengan seksama harapan dan dukungannya terhadap Suhendra agar menjadi Kepala BIN.
"Bagi Aceh, sosok Suhendra penting untuk merawat perdamaian di Aceh dalam bingkai NKRI, dan juga bagi daerah daerah lainnya," kata Malik Mahmud dalam keterangan tertulis, Jumat (10/7/2020). Malik menginginkan BIN kembali dipimpin oleh sipil sebagaimana pada era Bung Karno saat BIN dikepalai Dr Soebandrio (1959 1965), dan Assad Ali sebagai Wakil Kepala BIN belum lama ini. Hal senada diungkapkan Gubernur Jenderal Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) Markus Yenu.
"Kami usulkan Kepala BIN dari sipil," ujarnya. Dengan dipimpin sipil seperti Suhendra, kata Markus, maka pendekatan yang dilakukan BIN terutama terhadap Papua danPapuaBaratakan lebih humanis atau manusiawi. "Dengan pendekatan humanis, niscaya rakyat Papua akan lebih dimanusiakan," jelasnya.
"Saya apresiasi jika ada supremasi sipil. Jangan semua lembaga dipimpin oleh figur polisi atau militer," sarannya. "Selama BIN dipimpin oleh tentara atau polisi, Papua tetap bergejolak. Kini saatnya sipil memimpin BIN," tegasnya. Sipil, lanjut Markus, tentu punya "mind frame" (pola pikir) yang berbeda, sehingga dalam operasi intelijen akan lebih humanis, serta mengedepankan "prosperity approach" (pendekatan kesejahteraan) daripada "security approach" (pendekatan keamanan) yang selama ini terbukti gagal.
"Kalau Papua mau beres, salah satu simpulnya adalah Kepala BIN dari sipil," tandasnya.